Mengapa Tren AI Gaya Ghibli Viral?

Ilustrasi pria membuat animasi.

Ilustrasi pria membuat animasi. Sumber foto: Freepik/@freepik.

Tren mengubah foto atau ilustrasi menjadi gambar bergaya Studio Ghibli menggunakan kecerdasan buatan (AI) sedang marak di media sosial. Banyak pengguna TikTok, Instagram, hingga X (Twitter) membagikan hasil editan AI yang meniru gaya visual khas film-film Hayao Miyazaki seperti Spirited Away dan My Neighbor Totoro.

Aplikasi dan generator AI membuat tren ini mudah diikuti oleh siapa saja, bahkan tanpa kemampuan menggambar. Visual yang memanjakan mata, warna-warna lembut, dan nuansa magis ala Ghibli terbukti sangat menarik perhatian.

Tren ini tidak hanya sebatas hiburan, tapi juga menjadi cara baru orang mengekspresikan diri secara visual dalam waktu singkat. Popularitasnya yang meledak juga didorong oleh FOMO (Fear of Missing Out), membuat banyak orang tertarik mencoba dan membagikan hasilnya.

Keunggulan Tren Ini dari Sisi Pro

1. Akses Kreativitas untuk Semua

Salah satu daya tarik utama AI adalah kemampuannya untuk membuka akses ke dunia seni bagi siapa pun. Dulu, hanya seniman terampil yang bisa menciptakan gambar bergaya Ghibli.

Kini, cukup dengan satu klik, siapa pun bisa membuat karya visual yang menawan. Dengan AI, batasan teknis dalam menggambar menjadi tidak relevan.

Ini memungkinkan lebih banyak orang menyalurkan ide dan kreativitas mereka, meskipun tanpa latar belakang seni. AI menjadi jembatan antara imajinasi dan hasil visual yang konkret.

2. Memperluas Jangkauan Estetika Ghibli

Banyak pengguna merasa bahwa tren ini memperkenalkan estetika Studio Ghibli ke audiens yang lebih luas, termasuk generasi muda yang mungkin belum pernah menonton film-film aslinya.

Dengan begitu, AI menjadi sarana promosi tidak langsung terhadap karya-karya legendaris ini. Tren ini bahkan membuat beberapa orang penasaran untuk kembali menonton atau mengenal lebih jauh film-film Studio Ghibli.

Ini menjadi bukti bahwa AI bisa berperan sebagai gerbang nostalgia sekaligus edukasi budaya pop Jepang.

3. Eksplorasi Kreatif Tanpa Batas

Beberapa seniman digital justru memanfaatkan AI sebagai alat bantu untuk memperluas imajinasi mereka. Mereka menggunakan output AI sebagai inspirasi awal sebelum menyempurnakannya secara manual, menjadikannya bagian dari proses kreatif yang kolaboratif antara manusia dan mesin.

AI bisa menghasilkan kombinasi warna, komposisi, atau suasana yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya. Hal ini mendorong eksperimen visual yang lebih berani dan orisinal, terutama dalam proyek desain atau ilustrasi cepat.

Sisi Kontra: Etika, Hak Cipta, dan Nilai Seni

1. Mereduksi Nilai Seni Tradisional

Banyak seniman dan penggemar Studio Ghibli merasa bahwa karya AI tidak memiliki “jiwa”. Hayao Miyazaki sendiri pernah mengatakan bahwa AI dalam seni adalah “penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri”.

Karya-karya Ghibli dikenal karena emosinya yang dalam, cerita yang menyentuh, dan proses kreatif yang rumit—hal yang tidak bisa direplikasi oleh mesin. Seni bukan hanya soal hasil akhir, tapi juga perjalanan dan pengalaman dalam menciptakannya.

Ketika proses itu diambil alih oleh AI, banyak yang merasa nilai seni tersebut ikut tergerus. Selain itu, AI cenderung meniru, bukan menciptakan dari nol, sehingga keasliannya dipertanyakan.

2. Pelanggaran Hak Cipta

Salah satu kritik paling serius terhadap tren ini adalah penggunaan model AI yang dilatih menggunakan gambar berhak cipta tanpa izin. Studio Ghibli, sebagai pemilik hak atas gaya visual tersebut, tidak pernah memberikan persetujuan atas penggunaannya untuk pelatihan AI.

Ini menimbulkan pertanyaan hukum dan etika terkait orisinalitas dan kepemilikan karya. Jika praktik ini terus berlanjut tanpa regulasi, dikhawatirkan akan merugikan seniman dan studio kreatif lain.

Mereka bisa kehilangan kontrol atas gaya visual mereka, sementara pihak lain mendapatkan keuntungan tanpa kompensasi.

3. Risiko Privasi Pengguna

Beberapa aplikasi AI meminta pengguna untuk mengunggah foto pribadi. Ini menimbulkan risiko keamanan dan privasi, terutama jika data tersebut disimpan atau digunakan tanpa persetujuan.

Pakar keamanan digital memperingatkan bahwa tren menyenangkan ini bisa menjadi celah penyalahgunaan data. Data wajah, misalnya, bisa digunakan untuk pemalsuan identitas atau pelatihan model AI lain tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Pengguna perlu lebih sadar dan selektif dalam memilih platform AI yang mereka gunakan.

Menuju Penggunaan AI yang Lebih Etis

1. Transparansi dalam Penggunaan AI

Pengembang aplikasi AI sebaiknya lebih transparan mengenai bagaimana model mereka dilatih, serta bagaimana data pengguna disimpan dan digunakan. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan dan melindungi hak-hak kreator.

Platform yang etis juga perlu menyediakan opsi opt-out bagi seniman agar karya mereka tidak digunakan sebagai bahan pelatihan AI. Ini adalah langkah awal untuk menciptakan ekosistem yang saling menghargai.

2. Kolaborasi, Bukan Penggantian

Alih-alih menggantikan seniman, AI seharusnya menjadi alat bantu. Kombinasi antara imajinasi manusia dan kecanggihan teknologi bisa menghasilkan karya yang lebih kaya dan orisinal.

Kolaborasi ini sudah terlihat di banyak bidang seperti musik, desain, bahkan arsitektur. Jika diarahkan dengan tepat, AI bisa memperkuat kreativitas, bukan mengancamnya.

3. Edukasi Digital

Pengguna juga perlu diedukasi tentang aspek hukum dan etika dalam menggunakan AI. Menyadari bahwa konten yang mereka hasilkan bisa berdampak pada seniman asli, industri kreatif, dan privasi pribadi sangatlah penting.

Pendidikan digital yang baik akan membantu pengguna lebih bertanggung jawab dalam memanfaatkan teknologi, dan menciptakan budaya digital yang sehat.

Kesimpulan

Tren AI bergaya Ghibli menunjukkan kekuatan teknologi dalam memperluas kreativitas dan jangkauan seni. Namun, di balik visual yang memukau, terdapat perdebatan serius soal etika, hak cipta, dan nilai seni.

Masa depan AI dalam dunia seni harus dibentuk dengan kesadaran, kolaborasi, dan tanggung jawab agar tidak hanya menghibur, tapi juga menghargai karya manusia yang sesungguhnya.

AI bisa menjadi alat luar biasa jika digunakan dengan bijak. Namun, penting untuk terus mengingat bahwa teknologi seharusnya memperkuat, bukan menggantikan sentuhan manusia dalam dunia seni.