
Ilustrasi online shopping. Sumber foto: Freepik/@ann_isme.
Di era serba digital, jualan online bukan lagi soal bikin feed rapi atau punya toko besar di marketplace. Gen Z, generasi yang tumbuh bersama Instagram dan TikTok, justru lebih nyaman berjualan lewat fitur yang kasual seperti Story.
Mereka nggak melulu bikin promosi besar-besaran, tapi memilih pendekatan yang lebih halus alias soft selling. Tanpa sadar, kamu mungkin pernah beli produk cuma gara-gara lihat story teman yang seakan “cuma cerita”.
Lalu, kenapa cara ini ampuh? Apa triknya? Dan bagaimana kamu bisa mulai jualan tanpa terkesan maksa? Yuk bahas satu per satu.
Apa Itu Soft Selling dan Kenapa Efektif di Story
Soft selling adalah teknik promosi yang dilakukan secara halus, tanpa paksaan, dan fokus pada membangun hubungan atau emosi terlebih dulu. Alih-alih langsung bilang “Ayo beli sekarang juga!”, soft selling lebih memilih narasi seperti “Aku lagi suka banget produk ini, enak banget dipakai seharian.”
Mengapa Soft Selling Cocok di Fitur Story?
Story di Instagram, WhatsApp, maupun TikTok dibuat untuk konten yang ringan dan cepat menghilang. Ini membuat pengguna merasa lebih dekat, seolah-olah sedang ngobrol langsung.
Saat seseorang bercerita di story, audiens lebih terbuka dan tidak menganggap itu sebagai iklan apalagi jika dikemas dengan gaya personal. Contoh: kamu jual parfum.
Daripada posting harga dan diskon besar-besaran, kamu cukup bilang, “Hari ini pakai parfum X, dan banyak yang bilang wangi banget. Mood langsung naik!” Tanpa sadar, followers kamu bisa tertarik.
Bahkan lebih dari itu, banyak Gen Z merasa bahwa story adalah tempat “main aman” untuk mencoba promosi karena lebih fleksibel dan bisa dihapus kapan saja. Mereka merasa tidak terlalu terikat dengan estetika seperti di feed, sehingga bisa lebih bereksperimen.
Kekuatan Story: Dekat, Personal, dan Cepat
Fitur story punya kekuatan yang sering diremehkan, padahal sangat efektif untuk pendekatan emosional.
Membuat Orang Merasa Terlibat
Story sering dianggap sebagai ruang pribadi. Ketika kamu mengajak audiens untuk ikut voting, Q&A, atau sekadar melihat “behind the scene”, mereka merasa punya koneksi. Ini membuka peluang untuk promosi tanpa terkesan hard selling.
Contoh:
- Pakai fitur polling: “Lagi bingung, varian mana yang lebih cocok dikirim ke temen?”
- Fitur question box: “Ada yang pernah coba rasa pedas level 5 ini? Gimana?”
Bentuk interaksi ini bikin audiens merasa dihargai, dan lebih besar kemungkinan mereka ikut beli atau menyebarkan ke temannya.
Konsisten, Tapi Nggak Spammy
Salah satu kunci soft selling adalah konsistensi. Tapi ingat, beda tipis antara konsisten dan spammy. Kalau kamu upload story jualan terus-menerus tanpa jeda, bisa bikin audiens ilfeel. Coba campur antara konten pribadi, hiburan, dan promosi.
Misalnya:
- Senin: story lucu soal ngirim paket yang nyasar.
- Selasa: testimoni pembeli.
- Rabu: mini tutorial atau tips pakai produk.
Dengan ritme seperti ini, audiens tetap engaged dan nggak merasa dijejali iklan. Mereka justru penasaran dengan kelanjutan ceritamu.
Strategi Soft Selling untuk Pemula
Kalau kamu baru mulai jualan lewat story, berikut strategi yang bisa kamu coba agar jualanmu tetap terasa alami:
1. Bangun Cerita, Bukan Langsung Jualan
Orang suka cerita. Jadi sebelum kamu promosi, bikin narasi yang relatable. Misalnya kamu jual makanan ringan:
“Dulu gue tuh nggak suka ngemil pedas. Tapi sejak nyobain basreng ini, tiap kerjaan numpuk langsung pengen buka bungkusnya.”
Cerita semacam ini bisa bikin audiens merasa relate dan tertarik, tanpa merasa sedang disuruh beli.
2. Manfaatkan Testimoni yang Real dan Kasual
Banyak penjual asal posting testimoni, tapi terlalu formal dan kaku. Padahal, yang lebih ngena adalah testimoni kasual yang terasa jujur. Misalnya:
“Eh ini enak sih, sumpah nggak nyangka!” + emoji
Screenshot obrolan WA yang menunjukkan reaksi spontan teman atau pelanggan.
Bentuk seperti ini terasa natural dan bikin orang lebih percaya.
3. Pakai Story Highlight Sebagai Etalase
Meskipun story bersifat sementara, kamu bisa simpan yang penting di highlight. Gunakan untuk:
- Menampilkan katalog produk.
- Kumpulan testimoni.
- Info pengiriman atau promo.
Highlight = etalase mini yang selalu bisa diakses kapan saja, bahkan oleh pengunjung baru akunmu.
4. Beri Call-to-Action yang Halus
Arahkan audiens untuk bertindak, tapi jangan memaksa. Gunakan ajakan ringan seperti:
- “Kalau kamu penasaran, DM aja ya!”
- “Cek highlight ‘Promo’ buat lihat semua variannya.”
- “Link di bio kalau mau langsung checkout.”
Tone seperti ini terasa lebih ramah dan nggak intimidating. Bahkan bisa menumbuhkan loyalitas audiens karena merasa nyaman dan tidak ditekan.
Kesimpulan: Jualan Nggak Harus Kaku, yang Penting Nyambung
Gen Z sudah membuktikan bahwa jualan di medsos nggak harus lewat feed estetik atau iklan besar-besaran. Cukup pakai story yang terasa personal, jujur, dan rutin, penjualan bisa tetap jalan bahkan berkembang lewat interaksi yang organik.
Soft selling lewat story memang butuh latihan dan konsistensi, tapi hasilnya jauh lebih sustainable. Kamu nggak cuma menjual produk, tapi membangun komunitas dan kepercayaan.
Sekarang giliran kamu. Coba satu trik soft selling hari ini, dan lihat sendiri bagaimana respon followers kamu. Bisa jadi, satu story ringan kamu malah menghasilkan cuan!